Pada tahun 1937 keluar sebuah buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money yang ditulis oleh seorang ahli ekonomi dari Universitas Cambridge di Inggris, ia adalah John Maynard Keynes. Buku tersebut merupakan tonggak penting dalam sejarah pemikiran kenomi di Barat, karena dengan keluarnya buku tersebut pandangan dan pemikiran para ahli ekonomi di negara-negara tersebut mengenai ekonomi makro menjadi berubah. Terutama pemikirannya yang mengkritik aliran klasik, yang mengatakan bahwa peran pemerintah harus seminimal mungkin dalam kegiatan ekonomi nasional dan peran swasta sebagai pelakau ekonomi harus diberi ruang seluas-luasnya agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

 Sitem ekonomi liberal yang dipelopori oleh kaum klasik sudah mengakar di Barat, dan mengakibatkan depresi dan pengangguran yang begitu hebat. Keadaan ini mendapat respon dari kaum sosialis di negara-negara Barat, para penganut sosialis  berpendapat bahwa masalah yang terjadi diakibatkan oleh sistem ekonomi liberal atau kapitalis. Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian pada para produsen swasta yang tujuanya hanya mengejar keuntungan kelompoknya, maka depresi ekonomi, pengangguran, dan inflasi akan menjadi momok perekonomian yang terus menghantui dari masa ke masa. Kaum sosialis mengusulkan perombakan sistem ekonomi menjadi sistem sosialis, yaitu sistem ekonomi dimana faktor produksi tidak lagi dimiliki oleh pengusaha swasta, tetapi dimiliki oleh negara. Semua kegiatan produksi dikuasai oleh negara dan bertujuan untuk melindungi kegiatan ekonomi masyarakat, kepentingan masyarakat diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Motif mengejar keuntungan bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi seperti sistem ekonomi kapitalis.


 Usulan kaum sosialis ini dianggap terlalu ekstrim karena orang-orang di Barat sudah lama terbiasa dengan sistem ekonomi bebas yang berorientasi mengejar keuntungan pribadi dan menjunjung tinggi kebebasan dalam kegiatan usaha. Karena mengubah sistem ekonomi semacam itu sama saja merubah cara hidup yang sudah mendarah daging bagi mereka. Dalam situasi pergolakan pemikiran sistem ekonomi muncullah sosok Keynes yang dalam sejarah pemikiran ekonomi barat dianggap unik, karena disaat krisis idiologi ia bisa menawarkan suatu gagasan untuk memecahkan masalah yang menjadi jalan tengah saat itu. Keynes berpendapat bahwa untuk menolong sistem perkonomian negara-negara yang mengalami gejolak ekonomi tersebut, orang harus bersedia meninggalkan idiologi liberal yang terkandung dalam sistem ekonomi klasik. Keynes menegaskan bahwa pemerintah harus banyak melakukan campur tangan dalam mengendalikan ekonomi nasional.

 Kegiatan produksi dan kepemilikan faktor produksi masih bisa dipercayakan pada pihak swasta, tetapi pemerintah wajib membuat kebijakan strategis untuk mempengarui kegiatan ekonomi nasional. Dalam masa depresi ekonomi masilanya, pemerintah harus bersedia menyusun program-program untuk penanganan pengangguran seperti penyerapan tenaga kerja, pelatihan dan membantu penyaluran tenaga kerja walaupun hal ini mengakibatkan defisit anggaran belanja negara. Apablia terjadi inflasi yang diakibatkan oleh permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang melebihi kapasitas produksi, pemerintah juga harus bersedia mengurangi pengeluaran sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya. Surplus anggaran ini merupakan kendali bagi permintaan masyarakat yang berlebihan.

 Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam teori ini adalah pemerintah harus membuat kebijakan dan berperan aktif dan sadar. Kaynes tidak percaya akan kekuatan Laissez Faire untuk mngoreksi para penganutnya dalam kegiatan ekonomi nasional seperti kembalinya pada posisi "full employment" secara otomatis. Karena kondisi ful employment hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan yang terencana dan tidak datang dengan sendirinya. Inilah substansi dari idiologi Keynesianisme.


Penulis adalah pemerhati sosial.