"Dari Kecerdasan Intelektual Menuju Transformasi Sosial"

 Ali Syari'ati seorang idiolog Iran dengan corak pemikiran yang revolusioner. Beliau lahir di Khorasan Iran pada 23 November 1933 dan meninggal dalam usia 43 tahun pada tahun 1977 sebelum revolusi Iran meletus. Sejak muda ia sudah terlibat dalam gerakan politik dengan ayahnya yang juga seorang nasionalis progresif. Keresahan terhadap situasi masyarakat diawali saat sedang menempuh sekolah keguruan. Ali Syari'ati banyak berkenalan dengan kaum muda dari kalangan ekonomi lemah itulah awal melihat kemiskinan dan kehidupan berat yang sedang berlangsung di Iran saat itu. Syari'ati berusaha memberikan solusi atas fenomena yang sedang terjadi melalui prinsip Islam tradisional yang dipahami dari sudut pandang sosiologi dan filsafat modern. Jalaludin Rumi, Mohamad Iqbal dan Marx merupakan tokoh besar yang ikut mewarnai corak pemikirannya.
 Seperti tokoh pergerakan lainnya Syari'ati juga sempat keluar masuk penjara dan dilarang aktivitasnya oleh penguasa Iran karena pemikiranya yang bisa memicu gerakan subversif. Keadaan yang dirasa sudah memprihatinkan itu mendorong Syariati dan para pengikut ajaranya untuk melakukan transformasi sosial. Ketidak adilan harus dilawan, kebenaran harus terus disuarakan oleh kalangan terpelajar atau intelektual. Banginya kaum intelektual adalah kaum yang cerdas dan mau melakukan aksi pemberdayaan masyarakat, berawal dari kecerdasan intelektual dan diakhiri dengan transformasi sosial. Sosok inilah yang disebutnya dengan istilah "Rausan Fikr".
  Sebelum membahas konsep rausan fikr mari kita memahami terlebih dahulu asumsi Syari'ati tentang manusia. Bahwa manusia harus selalu bergerak tidak boleh diam. Maksudnya adalah kehidupan itu harus selalu berubah ke arah yang lebih baik sebagaimana fungsi kita sebagai Khalifah di muka bumi yang ditugaskan untuk mengatur, menjaga dan mengelola bumi dan isinya untuk tatanan masyarakat yang  adil dan makmur. Kunci agar kita bisa progres (menjadi lebih baik):
1. Sadar diri dalam setiap posisi.
2. Bebas jangan tergantung pada manusia dan benda.
3. Kreatifitas, dalam hidup harus selalu ada yang baru dan beda dari yang lalu.
  Selain itu kita harus bebas dari penjara yang sering kita ciptakan, Syari'ati menyebutnya dengan istilah penjara dalam manusia. Empat penjara dalam manusia tersebut adalah:
1. Alam (taklukan semua peristiwa alam dengan sains)
2. Penjara Sejarah ( kuasai sunattullah agar tidak kalah oleh sejarah)
3. Penjara Masyarakat (jangan hanya ikut dalam kerumunan, benar salah tidak diukur dengan jumlah)
4. Penjara Ego (berani bertarung dengan diri sendiri, hilangkan ke-Akuan dengan Cinta)
Apabila kita sudah bisa memegang kunci dan bisa bebas dari penjara manusia yang sering kita ciptakan maka hidup kita bisa berubah menjadi lebih baik (progresif). Untuk menggerakkan ke arah yang jauh lebih baik dalam tatanan masyarakat maka dibutuhkan kaum intelektual.
 Menurut Julian Benda, kaum intelektual adalah orang yang tekun dalam bidangnya, berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Tidak mudah ditunggangi oleh ambisi materi untuk kepentingan sesaat serta tidak takut hidup susah. Sedangkan menurut Antonio Gramci kaum intelektual dibagi menjadi dua kategori:
1. Intelektual tradisional : tokoh agama,guru,dosen,birokrat
2. Intelektual organik      : orang yang mau tampil dalam gerakan pemberdayaan masyarakat
Rausan Fikr
  Rausan fikr artinya adalah pemikir yang tercerahkan, pemikir yang mempunyai visi dan idiologi. Rausan fikr berbeda dengan ilmuan dan sarjana. Sarjana adalah orang yang sudah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dan mendapat gelar akademik. Ilmuan adalah orang yang menekuni atau mendalami keilmuanya untuk merumuskan kenyataan dan melahirkan penemuan baru, ilmuan cenderung menampilkan fakta apa adanya. Rausan fikr tidak hanya pandai berbicara dan beradu konsep namun memiliki kontribusi praksis pada masyarakat dan mampu mendidik rakyat dengan bahasa yang mudah dipahami setiap orang. Rausan Fikr mampu memberikan penilaian sebagaimana seharusnya, tidak hanya berhenti pada menampilkan fakta apa adanya tapi juga kebenaran. Rausan fikr juga sangat berdeba dengan "intelektual tukang" yang mau bergerak tergantung siapa yang meberi arahan dan bayaran.
Ciri Rausan Fikr
1.Sadar kondisi masyarakat dimasanya
2.Sadar akan seting kesejarahan masyarakat
3.Memiliki rasa tanggung jawab sosial
Cara Perbaikan Masyarakat
 Cara pemberdayaan atau perbaikan masyarakat tidaklah ditempun dengan cara provokasi namun dengan cara penyadaran masyarakat atau idiologisasi. Menggerakkan dengan metode penyadaran akan jauh lebih baik daripada strategi mobilisasi, jika mobilisasi ini dipakai dikhawatirkan jika ada kekuatan yang jauh lebih besar dalam mobilisasi masyarakat akan berbelok arah dan aktor perubahan akan ditinggalkan masyarakat.Pemberdayaan dan pendidikan hingga mencapai kesadaran kolektif inilah yang diharapkan agar masyarakat benar menyadari bahwa nasibnya harus berubah.
Tanggung Jawab Rausan Fikir
1. Bisa memahami akar permasalahan dalam masyarakat (pandai membeca fenomena)
2. Mendidik masyarakat yang belum sadar atau masih tertidur
3. Memecahkan masalah secara rasional
4. Mampu mendiagnosis dengan relasi sosial-politik-budaya
5. Transformasi sosial dengan bergerak bersama masyarakat
Faktor Munculnya Rausan Fikr
 Kemunculan rauasan fikr dipicu oleh kesenjangan atau gap antara kaum terpelajar dengan rakyat jelata dan juga kaum intelektual atau terpelajar dengan ulama. Kesenjangan anatara teori dan praktik seperti realitas sekarang idelaitas dan relitasnya sangat jauh. Masyarakat dengan budayanya sendiri juga terlihat sangat berjarak bahkan malu mengakui indentitasnya sehingga masyarakat sekarang tidak memiliki karakter yang kuat. Orang semacam ini disebut sebagai asimilator (meniru sikap dan budaya orang lain sehingga tidak paham latar belakag dirinya) asimilator juga bisa disebut sebagai individu palsu karena identitasnya sudah hilang. Kehadiran asimilator atau individu palsu ini tidak berdampak apa-apa bagi masyarakat, mereka hanya meniru bahkan sok pemikir atau sok intelek tapi pemikiranya tidak berdampak apa-apa.
Medan Pertarungan Rausan Fikr
  Ali Syari'ati menggambarkan perjuangan rausan fikr seperti perjuangan Habil vs Qobil. Habil adalah representasi dari kaum yang lemah lembut, tertindas dan diperbudak oleh Qobil. Qobil representasi dari penguasa zalim. Habil berjuang melawan segala bentuk penindasan untuk mencapai keadilan dan kemerdekaan. Para Nabi Ibrahimiah bagi Syari'ati adalah penerus perjuangan Habil (perjuangan untuk transformasi sosial) contoh seperti nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Sedangkan penerus perjuangan Qobil adalah Firaun, Haman, Qorun, dan Bal'am, mereka adalah sosok penguasa zalim,korup, penindas dan tiran. Rausan Fikr adalah salah satu konsep pemikiran penerus perjuangan Nabi Ibrahimiah yang berjuang untuk mewujudkan transformasi sosial.


Penulis adalah penggemar pemikiran Ali Syari'ati
Tulisan bersumber dari berbagai artikel dan buku yang sudah diolah