Ibadah personal merupakan cra manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, membersihkan hati dan membebaskan diri dari ketergantungan kepada selain Tuhan, tetapi pada saaat yang sama ia juga menuntut manusia untuk melakukan tanggung jawab sosial dan kemanusiaan. Kita sering merasa bangga tetapi dalam waktu yang bersamaan juga mengeluh dan bertanya-tanya. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Di sini ada beribu tempat ibadah. Negara ini juga paling besar dalam jumlah orang yang berangkat haji. Bila ramadhan tiba, ribuan orang dari bapak-bapak hingga anak-anak berbondong-bondong menuju masjid untuk berbuka puasa bersama atau mengikuti shalat tarawih.
 Pada sepuluh hari terakhir Ramadhan masjid juga penuh dengan orang itikaf dan qiyam al-lail. Itu semua merupakan kenyataan yang sangat membanggakan. Namun dalam waktu yang sama kita mengeluh tentang kemrosotan moralitas masyarakat. Beberapa kasusnya adalah korupsi yang semakin tak terkendali, kekerasan antar warga, narkoba, kekerasan dalam rumah tangga. Sejenak kita berpikir dan mengeluh kenapa semua ini terjadi ditengah warga muslim yang banyak di negera kita.
 Jawaban yang sering terdengar adalah karena kita tidak menjalankan ibadah kita dengan khusyuk. Jawaban ini tentu saja jawaban normatif yang klise. Boleh jadi jawaban tersebut menyatakan bahwa ibadah personal kita hanya sebatas formalitas. Ibadah tidak dipahami sebagai fungsi ganda, personal dan sosial.
 Ketika kita membca teks-teks agama jelaslah bahwa ibadah memiliki fungsi ganda baik individu maupun sosial. Misalnya dalam surat Al-Ma'un shalat juga merefleksikan tanggung jawab dan kepedulian sosial-ekonomi, pesan yang disampaikan sebagai berikut:
"Apakah kamu tahu orang yang mendustakan agama? itulah orang yang tidak peduli terhadap anak yatim, dan yang tidak memberikan makan kepada orang miskin. Maka nistalah orang yang ingin dipuji dan enggan menolong orang lain dengan hal-hal yang bermanfaat".
 Zakat adalah cara membersihkan diri dari kesalahan dan dosa, tetapi juga merupakan aksi pemberian makan bagi orang miskin, mereka yang tertindas, dan menderita lainnya. Dalam bahasa yang lebih umum zakat merupakan bentuk kewajiban paling nyata terhadap pribadi-pribadi muslim dalam mewujudkan komitmen moral demi solidaritas sosial dan kemanusiaan. Haji di samping dimaksudkan sebagai bentuk penyerahan diri secara total kepada Tuhan dan tanpa reserve, juga melambangkan kesatuan, kesetaraan, dan persaudaraan umat manusia sedunia.
 Praktik keagamaan tersebut meski dilakukan secara sering dan intensif, manakala ibadah-ibdah individual tersebut gagal memenuhi tanggung jawab sosial dan kemanusiaan, sungguh sangat disayangkan. Nabi menyebut orang dengan kondisi ini sebagai Al-Muflis atau dalam bahasa lainnya disebut "defisit ibadah".


Penulis merupakan mantan aktivis kemahasiswaan
sumber tulisan merupakan kumuplan berbagai karangan sosial keagmaan yang dimodifikasi